Minggu, 26 Juli 2009

Mercury Gunong Ujeun Beredar Tanpa Pengawasan

Semenjak ditemukannya bijih emas di pegunungan Gunong Ujeun kabupaten Aceh Jaya pada penghujung tahun 2008, mercury yang merupakan bahan kimia yang termasuk dalam katagori Bahan Beracun Berbahaya (B3) beredar bebas tanpa adanya pengawasan dari pemerintah setempat.

Mercury atau sering disebut dengan air raksa tersebut beredar bebas dikalangan penambang dan pengolah bijih besi yang dilaksanakan secara tradisional di daerah tersebut.

Padahal dalam aturannya bahan kimia tersebut tidak bisa beredar secara bebas tanpa adanya izin dari pihak yang berwenang dan aparat kepolisian.

Informasi yang diterima The Globe Journal dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Kamis (30/7) menyebutkan, saat ini mercury bisa beredar bebas di Aceh Jaya dan dimanfaatkan oleh pengolah bijih emas.

“Informasi yang kita terima mercury tersebut dijual secara illegal tanpa adanya izin dan pengawasan resmi dari pemerintah setempat atau dari aparat penegak hukum,” ungkap salah seorang staf Walhi Aceh, Oki Kurniawan kepada The Globe Journal.

Menurut Oki yang turun langsung ke lapangan, Walhi Aceh juga sempat mempertanyakan hal tersebut kepadaKapolres Aceh Jaya, “Namun dalam pernyataan Kapolres Aceh Jaya menyebutkan, belum ada ketentuan yang mengatur tentang masalah tersebut sehingga tidak bisa diambil tindakan,” sebut Oki mengutip pernyataan Kapolres Aceh Jaya.

Padahal sebut Oki, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada pasal tiga disebutkan, setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

“Pada pasal empat disebutkan, setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3 dilarang melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi zat racun dan bahaya limbah B3,” ungkap Oki.

Oki menambahkan, pada Pasal 34 ayat (1) dan (20) dipaparkan, Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi dan solidifikasi, secara fisika, kimia, biologi atau cara lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi.

Pemilihan lokasi untuk pengolahan limbah B3 harus memenuhi ketentuan, bebas dari banjir, tidak rawan bencana dan bukan kawasan lindung.

“Ini merupakan landasan hukum jika memang Polres Aceh Jaya dan pemerintah setempat ingin mengambil tindakan terhadap peredaran Mercury di Aceh Jaya,” jelas Oki.

Pembuangan limbah ini dilakukan di hulu utama sungai Krueng Sabee ini berada di kawasan pegunungan perbatasan kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya dengan kecamatan Tangse, Pidie. Sungai tersebut merupakan aliran utama dari tiga anak sungai di daerah hulu yaitu, Krueng Teungoh, Krueng Gapuy, dan Krueng Kusi.

Sebelum bermuara ke Samudera Hindia, aliran sungai Krueng Sabee melintasi sejumlah desa diantaranya, Geunie, Padang, Panggong, Alue Sape, Gabuh, Buntha, Ranto Panjang, Lingkang, Blang Phong, Kulambeude, Gunung Setui, Gunung Kruet, Mon Mata hingga Keude Krueng Sabee.

Seperti biasanya, masyarakat yang berdomisili di Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan airnya untuk kebutuhan pokok rumah tangga. Begitu pula di Krueng Sabee, masyarakat memanfaatkan air setidaknya untuk mandi dan mencuci.

Kini sungai tersebut tercemar oleh logam berat mercury dengan kode kimiawi Hg. Pencemaran bahan kimia yang sering disebut air raksa ini disebabkan oleh pembuangan limbah kilang pengolahan bijih emas milik masyarakat setempat.

Banyaknya aktivitas pengolahan bijih emas akibat adanya penambangan emas secara masif oleh ribuan masyarakat berbagai penjuru di Gunung Ujeun yang berada di kecamatan Krueng Sabe atau berjarak sekitar 15 – 20 kilometer dari Keude Krueng Sabee.

Sementara itu, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias serta American Red Cross telah membangun fasilitas air bersih, Water Treatment Plant (WTP) di Desa Ranto Panjang. Salah satu tujuannya, memanfaatkan air sungai tersebut untuk dijadikan sumber air bersih bagi masyarakat Calang.

Saat ini, pihak Badan Layanan Umum Daerah Sistem Pengolahan Air Minum Tirta Mon Mata Kota Calang, selaku pengelola WTP telah mengoneksi pipa air ke 1.500 pelanggan.

Pengalaman Tragedi Minamata
Sebenarnya, ada kasus pencemaran mercury yang gaungnya sangat menghentak. Kasus ini disebut tragedi Minamata. Imbas dari industrialisasi di Jepang, membuat Teluk Minamata menjadi bak sampah raksasa.

Logam berat mencemari teluk cantik itu, termasuk di dalamnya tercemar pula oleh Methyl Mercury. Tak kurang, penduduk dari dua wilayah di pesisir Minamata, yaitu provinsi Kumamoto dan Kagoshima menjadi korban mercury.

Di Minamata, mercury terdeteksi sejak tahun 1956. Mercury Minamata ini merupakan limbah dari industri kimia Chisso Co Ltd. Meski telah terdeteksi, pihak perusahaan dan pemerintah Jepang saat itu seolah tutup mata.

Pada tahun 1968 penduduk di sekitar Minamata mengalami penyakit aneh, rata-rata dari mereka mengalami gejala sama yang khas, yaitu rusaknya sistem saraf, termasuk saraf otak. Rusaknya saraf otak ini menimbulkan gejala mati rasa (baal), ketidakseimbangan gerak pada tangan dan kaki, kelelahan, kuping berdenging, penglihatan menyempit, ketulian pendengaran, sulit bicara dan bergerak.

Setelah dilakukan penelitian ternya hal ini disebabkan konsumsi ikan dan kerang dalam jumlah besar oleh para penduduk di sekeliling Minamata. Diyakini, ikan dan kerang itu sudah tercemar methyl mercury, akibatnya dirasakan 10 tahun kemudian. Sekitar 17.000 lebih penduduk seputar Minamata mengalami keracunan.

Dari 2.262 penderita keracunan yang terdaftar di arsip pemerintah Jepang, 1.246 telah meninggal dunia.. Pemerintah Jepang sendiri mengklaim bahwa jumlah penderita keracunan mercury ini sebanyak 12.615 orang. Itulah hebatnya mercury.

Itu pun belum selesai. Generasi muda Minamata, ternyata mendapat malapetaka juga, dimana bayi-bayi yang lahir di era tersebut rata-rata mengalami penurunan intelegensia, cacat fisik, atau mutasi genetik.

Penyakit-penyakit lain yang juga ada kaitannya dengan mercury ini adalah penyakit kanker, ginjal dan hati.

source : www.theglobejournal.com

Comments :

1

buat kawan-kawan penambang emas skala kecil marilah kita tinggalkan kebiasaan - kebiasaan yang dapat mencelakakan anak cucu kita hindari penggunaan mercury(Hg)guna kelansungan hidup penerus bangsa kita.

anda@86 mengatakan...
on 

Posting Komentar